Kamis, 21 Juni 2012

IMMAWATI MANDIRI

dunia yang makin mengglobal seolah meruntuhkan sekat antar negara dengan sangat cepat. Seluruh identitas dan kultur dunia seakan digerakkan oleh roda globalisasi menjadi bagian dari global village yang mana keberagaman semakin terpadu antara budaya satu dengan yang lain, maka akan besar kemungkinan terjadi distorsi identitas suatu Negara serta secara tidak langsung mempengaruhi penduduknya. Peradaban manusia, serta perubahan zaman yang begitu kompleks seiring dengan perputaran waktu yang berkonsekwensi pada gerak  suatu bangsa yang sangat cepat sebagai ekses dari globalisasi, dan terma-terma perubahan lainnya. Praktis intensifikasi relasi-relasi sosial terbuka secara luas, gaung kebebasan pun menjadi bahasa yang sangat lazim diungkapkan dengan dalih untuk sebuah perubahan dan kemaslahatan umat manusia. Namun, dalam perkembangannya, makna globalisasi yang memiliki arah yang tidak jelas adalah sebuah alat untuk menghegemoni serta mengeksploitasi bangsa ini. Maka dari itulah kemandirian dalam berbagai aspek kehidupan merupakan hal nyata yang perlu segera di rancang bangun untuk mengokohkan identitas diri dan gerakan  ditengah hiruk pikuk ketidakpastian arah globalisasi yang berbasis kapitalisme agar tetap bertahan hidup.
Fenomena globalisasi pada Millenium ke-3 telah mampu merasuk pada semua dimensi kehidupan di berbagai belahan Dunia, terutama dalam bidang ekonomi dengan stressing point-nya pada permasalahan liberalisasi ekonomi atau free trade (perdagangan bebas). Satu tahun ke depan di tingkat regional kita akan dihadapkan dengan Asean Fee Trade Area (AFTA), sehingga membutuhkan antisipasi yang lebih kritis terhadap dampak yang akan ditimbulkannya.
 Dampak lain dari sistem ini adalah budaya hedonisme, yang melahirkan sikap individualistik, dan materialisme seiring dengan semakin meningkatnya trend and ideology kapital yang membentuk pola hidup konsumerisme dan komersialisasi seluruh tatanan kehidupan masyarakat. Dalam konteks ke-Indonesia-an hal ini menjadi sebuah fenomena yang memprihatinkan, efek dari hal tersebut telah mempengaruhi paradigma masyarakat khususnya kalangan akar rumput, sikap permissif serta apatis semakin mambayangi dan bahkan cenderung pragmatis menilai hidup.
              Dalam fenomena seperti ini maka yang sangat dibutuhkan adalah paradigma baru dan peneguhan jati diri dalam memandang dan menyikapi persoalan ini sebagai tuntutan objektif globalisasi yang tidak mungkin bisa dihindari, termasuk IMMawati sebagai bagian dari komunitas keperempuanan yang tentunya memiliki posisi strategis dalam mengawal bangsa ini ke arah perubahan peradaban yang lebih baik. Isu-isu ke-perempuanan sampai hari masih sangat disambut dengan gegap gempita oleh mereka yang memiliki sensitifitas tentang dunia perempuan. Lahirnya teori-teori feminisme dengan berbagai latar belakang ideologi sebagai kekuatan penggugat atas seluruh sistem yang dianggap menghegemoni ruang gerak perempuan.
IMMawati sebagai bagian yang integral di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, tentunya melihat permasalahan ini tetap berlandaskan pada prinsip nilai-nilai ke-Islam-an dengan tetap mengkorelasikan antara teks dan konteks serta pengembangan pemikiran. Dalam konteks Islam perempuan sama dengan laki-laki termasuk dalam melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Islam adalah sebuah ajaran totalis kehidupan yang mesti terus ditransformasikan untuk membentuk figur-figur pribadi yang unggul, cerdas, memiliki integritas yang tinggi, kemampuan manajerial yang mumpuni serta kepemimpinan yang teruji.
Dalam praksis gerakanya, IMMawati sebagai salah satu bagian dari bangunan gerakan keperempuanan berupaya untuk meliberasi perempuan dari suatu budaya yang menghegemoni, setelah itu perlu adanya penanaman dan peneguhan  nilai-nilai kemanusiaan yang menghumanisasi perempuan yang didasarkan atas nilai  transendental atau keimanan kepada allah SWT sehingga terwujud IMMawati yang berbudi pekerti luhur, dan berakhlak mulia. Dan inilah yang menjadi modal utama bagi seorang IMMawati untuk menjadi salah satu pilar lokomotif bagi perubahan dan transformasi sosial.
              Transformasi nilai transendental ilahiyah ke dalam ranah kemanusiaan sebagai artikulasi fungsi kekhalifaan di persada bumi ini, menjadi spirit untuk tetap istiqomah dan mendinamiskan setiap gerakan. Gerakan yang dimaksud adalah interpretasi dari sebuah cita-cita ideal yang akan diwujudkan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, “Mewujudkan Masyarakat Islam yang di ridhoi oleh Allah SWT.” Untuk mewujudkan hal ini kami secara institusional  IMMawati mencoba menuangkan gagasan ini dalam bentuk komunitas kajian yang berorientasi pada pemaksimalan potensi immawati dalam segala aspek kehidupannya  dan secara universal membentuk immawati yang mandiri.

NILAI DASAR IKATAN

Enam Penegasan IMM :
  1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan Islam. 
  2. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM.
  3. Menegaskan bahwa fungsi IMM sebagai Eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah.
  4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah Negara.
  5. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliyah. 
  6. Menegaskan bahwa amal IMM adalah Lillahi Ta'ala dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.

Tujuan IMM
Secara tektual tujuan IMM adalah mengusahakan akademisi islam yang berakhlak mulia sesuai dengan tujuan Muhammadiyah. Sedangkan penjabarannya terdapat dalam muqoddimah anggaran dasar: IMM sebagai salah satu wadah perjuangan untuk menghimpun , menggerakan dan membina potensi mahasiswa islam guna meningkatkan peran dan tanggungjawabnya sebagai kader persyarikatan, kader umat, kader bangsa, sehingga tumbuh kader-kader yang memiliki kerangka berfikir ilmu amaliyah sesuai kepribadian Muhammdiyah.

Nilai Dasar Ikatan
Sebagai organisasi pergerakan dan perkaderan, IMM memiliki karakteristik tersendiri. Hal ini tercermin dari Nilai Dasar Ikatan yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh setiap kadernya.
  1. IMM adalah gerakan mahsiswa yang bergerak di tiga bidang gerakan, yaitu : keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan. 
  2. Segala bentuk gerakan IMM tetap berlandaskan pada agama islam yang hanif dan berkarakter rahmat bagi sekalian alam (rahnmatan lil'alamin).
  3. Segala bentuk ketidak adilan,kesewenang-wenangan dan kemungkaran adalah lawan besar gerakan IMM, dan perlawanan terhadapnya adalah kewajiban bagi setiap kader IMM.
  4. Sebagai gerakan mhasiswa yang berdasarkan islam dan beranggotakan individu-individu mukmin, maka kesadaran melaksanakan syariat islam adalah suatu kewajiban dan sekaligus mempunyai tanggungjawab untuk mendakwahkan kebenaran ditengah masyarakat. 
  5. Kader IMM merupakn inti masyarakat utama, yang selalu menyebarkan cita-cita kemerdekaan, kemuliaan dan kemaslahatan masyarakat sesuai dengan semangat pembebasan dan pencerahan yang dilakukan Nabiyullah Muhammad SAW.
 Motto Mulia IMM : "Anggun dalam moral, unggul dalam intelektual"

Tipologi Gerakan IMM :
  1. IMM gerakan mahasiswa yang RELIGIUS
  2. IMM gerakan mahasiswa yang INTELEKTUAL
  3. IMM gerakan mahasiswa yang HUMANIS

Rabu, 20 Juni 2012

IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) ialah organisasi mahasiswa Islam di Indonesia yang memiliki hubungan struktural dengan organisasi Muhammadiyah dengan kedudukan sebagai organisasi otonom. Memiliki tujuan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
Keberadaan IMM di perguruan tinggi Muhammadiyah telah diatur secara jelas dalam qoidah pada bab 10 pasal 39 ayat 3: "Organisasi Mahasiswa yang ada di dalam Perguruan Tinggi Muhammadiyah adalah Senat Mahasiswa dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)”. Sedangkan di kampus perguruan tinggi lainnya, IMM bergerak dengan status organisasi ekstra-kampus — sama seperti Himpunan Mahasiswa Islam mapun KAMMI — dengan anggota para mahasiswa yang sebelumnya pernah bersekolah di sekolah Muhammadiyah.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) didirikan di Yogyakarta pada tangal 14 Maret 1964, bertepatan dengan tanggal 29 Syawwal 1384 H. Dibandingkan dengan organisasi otonom lainya di Muhammadiyah, IMM paling belakangan dibentuknya. Organisasi otonom lainnya seperti Nasyiatul `Aisyiyah (NA) didirikan pada tanggal 16 Mei 1931 (28 Dzulhijjah 1349 H); Pemuda Muhammadiyah dibentuk pada tanggal 2 Mei 1932 (25 Dzulhijjah 1350 H); dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM, yang namanya diganti menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah [IRM]) didirikan pada tanggal 18 Juli 1961 (5 Shaffar 1381 H).
Kelahiran IMM dan keberadaannya hingga sekarang cukup sarat dengan sejarah yang melatarbelakangi, mewarnai, dan sekaligus dijalaninya. Dalam konteks kehidupan umat dan bangsa, dinamika gerakan Muhammadiyah dan organisasi otonomnya, serta kehidupan organisasi-organisasi mahasiswa yang sudah ada, bisa dikatakan IMM memiliki sejarahnya sendiri yang unik. Hal ini karena sejarah kelahiran IMM tidak luput dari beragam penilaian dan pengakuan yang berbeda dan tidak jarang ada yang menyudutkannya dari pihak-pihak tertentu. Pandangan yang tidak apresiatif terhadap IMM ini berkaitan dengan aktivitas dan keterlibatan IMM dalam pergolakan sejarah bangsa Indonesia pada pertengahan tahun 1960-an; serta menyangkut keberadaan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada waktu itu.
Ketika IMM dibentuk secara resmi, itu bertepatan dengan masa-masanya HMI yang sedang gencar dirusuhi oleh PKI dan CGMI serta terancam mau dibubarkan oleh rezim kekuasaan Soekarno. Sehingga kemudian muncul anggapan dan persepsi yang keliru bahwa IMM didirikan adalah untuk menampung dan mewadahi anggota HMI jika dibubarkan. Logikanya dalam mispersepsi ini, karena HMI tidak jadi dibubarkan, maka IMM tidak perlu didirikan. Anggapan dan klaim yang mengatakan bahwa IMM lahir karena HMI akan dibubarkan, menurut Noor Chozin Agham, adalah keliru dan kurang cerdas dalam memberi interpretasi terhadap fakta dan data sejarah. Justru sebaliknya, salah satu faktor historis kelahiran IMM adalah untuk membantu eksistensi HMI dan turut mempertahankannya dari rongrongan PKI yang menginginkannya untuk dibubarkan.
Penilaian yang kurang apresiatif terhadap kelahiran IMM juga bisa terbaca pada jawaban terhadap pertanyaan Victor I. Tanja. Dalam bukunya Tanja mempertanyakan: Barangkali kita akan heran, mengapa Muhammadiyah memandang perlu untuk membentuk organisasi mahasiswanya sendiri? Dari salah seorang anggota HMI (yang tidak disebutkan atau menyebutkan namanya) keluar jawaban, bahwa selama masa pemerintahan Presiden Soekarno dahulu untuk mendapatkan persetujuan darinya, sebuah organisasi harus dapat membuktikan bahwa ia mempunyai dukungan kuat dari masyarakat luas. Untuk memenuhi persayaratan inilah maka bukan saja Muhammadiyah, tetapi semua gerakan sosial politik yang ada di tanah air harus membentuk sebanyak mungkin organisasi-organisasi penunjang.