dunia yang makin mengglobal seolah meruntuhkan sekat antar negara dengan
sangat cepat. Seluruh identitas dan kultur dunia seakan digerakkan oleh roda
globalisasi menjadi bagian dari global
village yang mana keberagaman semakin terpadu antara budaya satu dengan
yang lain, maka akan besar kemungkinan terjadi distorsi identitas suatu Negara serta secara tidak langsung mempengaruhi
penduduknya. Peradaban manusia, serta perubahan zaman yang begitu
kompleks seiring dengan perputaran waktu yang berkonsekwensi pada gerak suatu bangsa yang sangat cepat sebagai ekses
dari globalisasi, dan terma-terma perubahan lainnya. Praktis intensifikasi
relasi-relasi sosial terbuka secara luas, gaung kebebasan pun menjadi bahasa
yang sangat lazim diungkapkan dengan dalih untuk sebuah perubahan dan
kemaslahatan umat manusia. Namun, dalam perkembangannya, makna globalisasi yang
memiliki arah yang tidak jelas
adalah sebuah alat untuk menghegemoni serta mengeksploitasi bangsa ini. Maka
dari itulah kemandirian dalam berbagai aspek kehidupan merupakan hal nyata yang
perlu segera di rancang bangun untuk
mengokohkan identitas diri dan gerakan
ditengah hiruk pikuk ketidakpastian arah globalisasi yang berbasis
kapitalisme agar tetap bertahan hidup.
Fenomena globalisasi pada Millenium ke-3 telah mampu merasuk pada semua
dimensi kehidupan di berbagai belahan Dunia, terutama dalam bidang ekonomi
dengan stressing point-nya pada permasalahan liberalisasi ekonomi atau free
trade (perdagangan bebas). Satu tahun ke depan di tingkat regional kita akan
dihadapkan dengan Asean Fee Trade Area (AFTA), sehingga membutuhkan antisipasi
yang lebih kritis terhadap dampak yang akan ditimbulkannya.
Dampak lain dari sistem ini adalah
budaya hedonisme, yang melahirkan sikap individualistik, dan materialisme
seiring dengan semakin meningkatnya trend and ideology kapital
yang membentuk pola hidup konsumerisme dan komersialisasi seluruh tatanan
kehidupan masyarakat. Dalam konteks ke-Indonesia-an hal ini menjadi sebuah
fenomena yang memprihatinkan, efek dari hal tersebut telah mempengaruhi
paradigma masyarakat khususnya kalangan akar rumput, sikap permissif serta
apatis semakin mambayangi dan bahkan cenderung pragmatis menilai hidup.
Dalam fenomena seperti ini maka yang sangat dibutuhkan adalah paradigma
baru dan peneguhan jati diri dalam memandang dan menyikapi persoalan ini sebagai tuntutan objektif globalisasi
yang tidak mungkin bisa dihindari, termasuk IMMawati sebagai bagian dari komunitas keperempuanan yang tentunya
memiliki posisi strategis dalam mengawal bangsa ini ke arah perubahan peradaban
yang lebih baik. Isu-isu ke-perempuanan sampai hari masih sangat
disambut dengan gegap gempita oleh mereka yang memiliki sensitifitas tentang
dunia perempuan. Lahirnya teori-teori feminisme dengan berbagai latar belakang
ideologi sebagai kekuatan penggugat atas seluruh sistem yang dianggap
menghegemoni ruang gerak perempuan.
IMMawati
sebagai bagian yang integral di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, tentunya melihat
permasalahan ini tetap berlandaskan pada prinsip nilai-nilai ke-Islam-an dengan
tetap mengkorelasikan antara teks dan konteks serta pengembangan pemikiran.
Dalam konteks Islam perempuan sama dengan laki-laki termasuk dalam melaksanakan
amar ma’ruf dan nahi mungkar. Islam adalah sebuah ajaran totalis kehidupan yang
mesti terus ditransformasikan untuk membentuk figur-figur pribadi yang unggul,
cerdas, memiliki integritas yang tinggi, kemampuan manajerial yang mumpuni
serta kepemimpinan yang teruji.
Dalam
praksis gerakanya, IMMawati sebagai salah satu bagian dari bangunan gerakan
keperempuanan berupaya untuk meliberasi perempuan dari suatu budaya yang
menghegemoni, setelah itu perlu adanya penanaman dan peneguhan nilai-nilai
kemanusiaan yang menghumanisasi perempuan yang didasarkan atas nilai transendental atau keimanan kepada allah SWT
sehingga terwujud IMMawati yang berbudi pekerti luhur, dan berakhlak mulia. Dan
inilah yang menjadi modal utama bagi seorang IMMawati untuk menjadi salah satu
pilar lokomotif bagi perubahan dan transformasi sosial.
Transformasi nilai transendental
ilahiyah ke dalam ranah kemanusiaan sebagai artikulasi fungsi kekhalifaan di
persada bumi ini, menjadi spirit untuk tetap istiqomah dan mendinamiskan setiap
gerakan. Gerakan yang dimaksud adalah interpretasi dari sebuah cita-cita ideal
yang akan diwujudkan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, “Mewujudkan Masyarakat
Islam yang di ridhoi oleh Allah SWT.” Untuk mewujudkan hal ini kami secara
institusional IMMawati mencoba menuangkan gagasan ini dalam bentuk komunitas kajian yang berorientasi pada pemaksimalan potensi
immawati dalam segala aspek kehidupannya
dan secara universal membentuk immawati yang mandiri.